Menemukan Dompet
Menemukan Dompet
Sudah beberapa bulan aku menunggu panggilan kerja. Rasanya hariku pilu bingung tanpa arah. Kerjaanku hanya luntang-lantung di rumah. Aku bingung harus ngapain. Ingin usaha tapi tak punya modal. Suatu hari, kuniatkan untuk bertemu teman-temanku, sekedar berbagi tentang masalahku ini.
Saat jalan menuju rumah temanku, di samping jalan sedikit ujung dari trotoar, aku melihat sebuah dompet berwarna hitam. Kuhampiri dompet itu, kubuka, dan kulihat isinya. KTP, SIM A, beberapa surat- surat penting, tabungan yang isinya fantastis, dan sebuah kartu kredit. Dalam pikiranku muncul suara agar aku menggunakan isi dalam dompet itu.Tapi tidak, aku harus mengembalikan dompet ini pada pemiliknya. Tak selang berapa lama setelah aku pulang dari rumah temanku, kukembalikan dompet itu. Bermodalkan alamat di KTP, aku menemukan rumahnya di perumahan elit dekat dengan hotel Grand Palace. Kupencet bel dan kemudian dibuka oleh tukang kebun yang bekerja di rumah itu.
“Permisi, Pak. Benarkah ini alamat Pak Budi?” Tanyaku.
“Iya benar. Anda siapa, ya?” Tanya tukang kebun.
“Saya Adi, ingin bertemu dengan Pak Budi. Ada urusan penting.”
“Baiklah silakan masuk, kebetulan bapak ada di dalam,” Pinta tukang kebun.
Aku masuk dengan malu-malu ke dalam rumah megah pemilik dompet yang kutemukan.
“Ada apa? Siapa Kamu?” Tanya pemilik rumah itu kepadaku.
“Saya Adi, Pak. Mohon maaf sebelumnya, saya menemukan dompet Bapak di trotoar dekat hotel.”
“Oh, ya silakan duduk, Nak!”
Aku duduk di dekat beliau dan menyerahkan dompet yang kutemukan tersebut.
“Kau tinggal di mana, Nak? Dan bekerja di mana?” Tanyanya dengan penasaran.
“Di kompleks Asri Cempaka, Pak. Saya masih ngganggur sudah berbulan – bulan melamar tapi belum dapat panggilan.” Tambahku.
“Kau sarjana apa?” Tanyanya.
“Ekonomi Manajemen, Pak.” Jawabku.
“Ekonomi Manajemen, Pak.” Jawabku.
“Oke baiklah, Nak. Di perusahaan Bapak sedang membuthkan staff administrasi. Barangkali jika kamu tertarik bisa ke kantor saya besok pagi jam 9. Ini kartu nama saya.” Sambung Pak Adi sambil menyodorkan kartu namanya padaku.
“Sungguh, Pak?”
“Iya, Nak. Saya membutuhkan karyawan yang penuh dedikasi dan jujur seperti dirimu ini.”
“ Terima kasih banyak, Pak.” Kataku tidak percaya, ini seperti keajaiban.
Comments
Post a Comment